Pemerintah memastikan akan mengubah layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan menjadi satu layanan tunggal atau kelas standar.
Dengan kebijakan ini, artinya kelas BPJS Kesehatan yang saat ini terdiri dari kelas 1, 2 dan 3 akan dihapuskan. Sehingga di masa depan, penerapan kelas BPJS akan dipukul rata.
Lantas, bagaimana perkembangan terakhir rencana ini?
Rencananya uji coba kelas standar akan dilaksanakan pemerintah pada Juli 2022 di beberapa rumah sakit milik Kementerian Kesehatan. Saat ini masih menunggu aturan teknisnya diterbitkan.
“Aturannya dalam proses, pentahapan nanti kita lihat hasilnya seperti apa. Jadi di Juli 2022 itu akan dimulai di RS vertikal yang dimiliki kemenkes,” ujar anggota DJSN Iene Muliati kepada media.
Tak hanya fasilitas layanan yang menjadi tunggal, namun iurannya juga. Artinya, semua masyarakat akan membayar nilai yang sama untuk fasilitas JKN nya.
Namun, sampai saat ini pemerintah belum menetapkan berapa iuran yang akan diberikan. Pembahasan mengenai kasus covid indonesia hari ini masih dalam pembicaraan.
“Tarif nanti. Saat aturan ada, besaran iurannya juga ada di dalamnya. Mudah-mudahan di Juli bisa selesai semua pembahasan,” kata Iene.
Sebelumnya, Saleh Partaonan Daulay, Anggota Komisi IX DPR pernah mengusulkan agar besaran iuran BPJS Kesehatan, jika kelas standar diterapkan dengan nilai Rp 75.000. Karena berhitung berdasarkan aktuaria kelas 3 dan kelas 2.
Di sisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menghimbau agar pemerintah dan otoritas dalam menerapkan tarif iuran BPJS Kesehatan kelas standar harus mempertimbangkan kondisi finansial dan daya beli peserta mandiri.
Ketua YLKI Tulus Abadi menjelaskan kelas standar secara harfiah memang merupakan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), oleh karena itu pemerintah kata Tulus sebaiknya harus mempertimbangkan kemampuan para peserta mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) terutama yang Kelas III.
Artinya tarif kelas standar BPJS Kesehatan harus bisa dijangkau untuk semua kalangan atau harus lebih murah dari tarif yang berlaku saat ini.
“Tarif ini, memang dengan kelas standar ini kan harapannya akan menjadikan tarif yang lebih rasional kepada masyarakat. Tapi, implikasinya ke kelompok menengah ada kenaikan,” ujar Tulus kepada media.
“Artinya pemerintah untuk menetapkan sistem tarifnya harus ada kajian komprehensif yang memperhatikan semua kepentingan, semua stakeholder. Khususnya di kelas menengah ke bawah, terutama yang Kelas III,” kata Tulus melanjutkan.
Seperti diketahui, sejak Januari 2021 iuran BPJS Kesehatan Kelas III peserta PBPU telah mengalami kenaikan. Iuran yang berlaku saat ini adalah sebesar Rp 42.000 per bulan, namun pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000 per anggota.
Sehingga peserta PBPU Kelas III BPJS Kesehatan harus membayar Rp 35.000 per bulan, naik Rp 9.500 dari sebelumnya hanya Rp 25.500 per bulan. Sementara untuk Kelas I Rp 150.000 per bulan dan Kelas II Rp 100.000 per bulan.
Adapun bila mengalami keterlambatan atau tunggakan pembayaran, maka akan ada denda yang dikenakan. Besaran denda diatur dalam Perpres No. 64 Tahun 2020 di mana denda yang dibebankan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan jumlah bulan tunggakan.
Pun jika dilihat dari jumlah kepesertaannya, berdasarkan data DJSN, Kelas III memiliki jumlah peserta yang tidak bisa dibilang sedikit, yakni sebanyak 23 juta orang atau tepatnya 23.126.007 peserta per Juni 2021.
“Kalau dengan kelas standar artinya nanti Kelas III kan terjadi kenaikan itu yang harus ada perhitungan kemampuan finansial, daya beli, dan lain sebagainya,” ujar Tulus.